Saturday, October 20, 2012

Sinopsis "The Metamorphosis" oleh Franz Kafka

Tidak seperti kisah Rico de Coro dalam Filosofi Kopi karya Dee (Dewi Lestari), dalam buku Dee itu dikisahkan Rico de Coro memang benar-benar seekor kecoa yang hidup di kerajaan Ayahnya dan jatuh cinta pada seorang gadis manusia bernama Sarah. Disini Rico de Coro rela mati demi Sarah yang saat itu ketakutan melihat kecoa percobaan yang lebih menyeramkan daripada Rico. Didalamnya digambarkan pula bagaimana perasaan Ayah Rico yang juga adalah seorang Raja sangat kehilangan satu-satunya pewaris tahtanya. Padahal bisa dibilang setiap hari dia mewanti-wanti Rico untuk berhati-hati.
Sedangkan dalam The Metamorphosis karya Franz Kafka yang fenomenal terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menceritakan tentang bagaimana seorang Gregor Samsa yang tiba-tiba bangun dari tidur malamnya berubah bentuk menjadi seekor kecoa. Bagaimana dia menyadari kondisi dirinya dengan beradaptasi mengenali tubuh barunya kemudian diperlihatkan juga beberapa usahanya untuk bangun dari tempat tidur dan perjuangannya untuk berdiri dan membuka pintu kamar disaat keluarganya menantinya untuk sarapan dan mengucapkan selamat bekerja.

Bagian kedua bercerita bagaimana reaksi Ayah, Ibu dan adiknya, Grete dalam menyikapi perubahan yang terjadi pada Gregor. Disini Grete masih bisa menunjukkan perhatiannya dengan menyediakan makanan untuk Gregor. Sedang Ibunya masih tampak takut-takut menuju kamar Gregor. Kemudian Ayah Gregor adalah ayah yang terkesan sama sekali tidak mau tahu dan memang sengaja mengucilkan Gregor. Ketiganya selalu membicarakan Gregor dengan berbisik-bisik takut jika hal itu akan terdengar oleh Gregor meski pada akhirnya terdengar juga.  Rasa jijik dan malu juga kerap timbul bagi mereka apabila Gregor manampakan diri depan orang lain. Bagian ketiga bercerita mengenai usaha Gregor untuk menyampaikan perasaannya kepada orang-orang yang dicintainya namun malah mendapat tanggapan yang sangat tidak menyenangkan dan membuat Gregor akhirnya mati putus asa.
The Metamorphosis yang dimaksud Kafka dalam cerita ini adalah perubahan itu sendiri. Perubahan memang selalu terjadi. Setiap orang mempunyai perbedaan sikap terhadap perubahan termasuk apa yang terjadi dengan Gregor dan keluarganya. Menurut hasil Googling, Kecoa sendiri mengalami Metamorfosis yang tidak sempurna karena hanya mengalami 3 stadium yaitu telur-nimfa dan dewasa. Dan kecoa juga mempunya kemampuan beradaptasi yang tidak perlu diragukan lagi, bahkan dalam kondisi ekstrem sekalipun seekor kecoa bisa bertahan hidup. Berbeda dengan kecoa yang diceritakan Kafka yang pada akhirnya mati karena keputus-asaan.
Dan kemudian apa yang terjadi dengan Gregor Samsa? Seorang pemuda yang terhimpit oleh kondisi ekonomi dikarenakan ayahnya yang sudah pensiun dengan meninggalkan hutang yang belum terbayar, Ibunya yang sudah tidak muda lagi dengan penyakit asmanya, juga adiknya Grete yang masih 17 tahun dan baru belajar bermain Biola. Gregor menanggung kehidupan 3 orang yang sangat dia cintai hanya dengan menjadi pedagang keliling. Hal tersebut belum termasuk target dari perusahaannya dan impiannya untuk menyekolahkan adiknya ke Sekolah Musik. Ayah yang selama ini dibutuhkan Gregor malah bereaksi acuh bahkan cenderung menyiksanya dengan melemparinya buah apel karena Gregor dalam bentuk kecoa tidak sengaja membuat Ibunya pingsan saat melihatnya datang tiba-tiba. Gregor kemudian merasa bahwa beban itu terlalu berat untuk dia tanggung. Ketergantungan terhadapnya itu malah membuat orang tua Gregor dan adiknya menjadi orang yang skeptis, berfikiran sempit, berprasangka bahkan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Dengan terjadinya perubahan yang terjadi pada diri Gregor membuat mereka bertiga tidak bisa berkutik. Usaha Gregor untuk menyadarkan mereka memang terkesan sia-sia karena berakhir dengan keputus-asaannya hingga membuatnya meninggal di kamarnya sendiri.
Tapi sebenarnya, tidak ada yang sia-sia dari dari sebuah usaha karena sepeninggal Gregor, Orangtua Gregor seperti terbuka pandangannya bahwa hidup tidak hanya dalam sekotak apartemen yang mereka tinggali, tapi diluar itu ternyata banyak hal indah yang bisa dinikmati dan dirasakan. Seperti saat mereka keluar dari apartemen dan naik kereta menuju ke desa diluar kota, mereka mulai membicarakan masa depan dan menyadari betapa Grete telah berubah menjadi gadis muda yang cantik. Kedua orang tua Gregorpun akhirnya tersenyum bahagia.

Perempuan Dalam Gambar




Paling tidak saya adalah tokoh perempuan utama dalam gambar itu. Perempuan yang hanya akan hidup dan diingat dalam sebuah gambar. *pukpuk diri sendiri (lagi)

Friday, October 19, 2012

Desa Gunungsari Berikan Pesona Pariwisata yang Mengacu Pada Ekowisata

Beberapa waktu lalu saya telah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dinas Pariwisata Batu. Selama KKN saya ditugaskan untuk menyusun booklet tentang tempat-tempat yang akan dikembangkan menjadi desa wisata. Salah satunya adalah Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari. Berikut adalah sedikit informasi yang saya dapatkan selama KKN disana.

Keberadaan kota Batu yang memiliki kondisi alam yang elok dan asri serta udara yang sejuk memang menjadi alasan utama bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara untuk mengunjungi kota yang disebut-sebut sebagai de klaine of Switzerland ini.
Berbagai tempat wisata yang ditawarkan di Kota Batu pun beragam. Salah satunya adalah dengan mengunjungi Desa Wisata. Di Desa Wisata, selain dapat menikmati udara yang sejuk dan pemandangan alam yang begitu indah, para wisatawan juga akan disuguhi dengan berbagai fasilitas umum seperti adanya homestay, rumah makan dan sebagainya. Tidak hanya itu, bermacam-macam paket wisata dan kesenian daerah serta kearifan lokal masyarakat setempat juga ditawarkan di tempat wisata ini.

Satu dari beberapa desa yang berpotensi menjadi desa wisata yang ada di kota Batu adalah Desa Gunungsari yang terkenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji. Desa Gunungsari sendiri memiliki luas wilayah 1.318.,42 hektar dengan sebagian besar termasuk wilayah hutan yang luasnya hampir 1.000 hektar dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Malang. Keberadaan Desa Wisata Gunungsari Makmur ( Dewi Gumur ) atau yang lebih dikenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR berawal dari keberadaan jantung desa yang berupa lahan pertanian dan dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Selain itu, potensi budidaya bunga potong mawar dengan lahan budidaya yang luas mendorong anggota kelompok tani bunga potong mawar untuk memaksimalkan pascapanen bunga potong mawar dengan mendirikan Wisata Petik Mawar GUMUR dengan pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat khususnya anggota kelompok tani dan diresmikan oleh Walikota Batu pada tanggal 21 Maret 2012.



Desa Gunungsari merupakan satu-satunya desa di wilayah Kecamatan Bumiaji yang memiliki potensi budidaya bunga potong mawar yang besar dengan cakupan luas lahan mencapai lebih dari 60 hektar. Desa ini terletak diantara daerah perbukitan gunung Panderman disebelah selatan serta gunung Arjuna disebelah utara. Desa ini juga merupakan desa pemasok bunga mawar potong terbesar di seluruh Indonesia. Jenis mawar potong yang ditanam petani di desa ini ada beberapa macam. Jenis mawar lokal unggulan dinamakan mawar Pergiwo Pergiwati dengan warna merah tua dan merah muda. Selain itu mawar jenis Holland juga banyak dijumpai dengan warna yang indah seperti merah tua, merah, putih tissue, putih salju, pink, pink tua, salem, oranye dan lain sebagainya yang berasal dari berbagai macam varietas diantaranya Cerry Brandy, Havalan, Luciana, Marbel, Red Holland serta masih banyak lagi varietas yang sedang dan akan dikembangkan.





Selain memiliki potensi lahan budidaya bunga mawar potong yang cukup luas, Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari juga menyiapkan beberapa paket wisata bagi para wisatawan yang berkunjung seperti paket wisata petik mawar, paket merangkai bunga dan paket budidaya bunga mawar potong serta bunga potong lainnya. Untuk mendukung paket wisata yang sudah ada, disediakan juga fasilitas lain seperti home stay. Hingga saat ini terdapat sepuluh home stay yang ada di Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari. Kedepannya akan segera dibangunnya sebuah restoran yang berdiri di tengah areal sawah, kolam renang, kolam pemancingan dan area outbound guna mengembangkan Desa Wisata ini menjadi suatu tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.

Bersama ketua pengelola Desa Wisata Gumur

Paling tidak saya harus punya sesuatu untuk mengenang tempat ini, maka jadilah foto ini hahah

THE DIFFERENCES BETWEEN TRADITIONAL GRAMMAR AND FUNCTIONAL GRAMMAR



In linguistics, traditional grammar is the collection of prescriptive rules and concepts about the structure of language that is commonly taught in schools. It is prescriptive because it focuses on the distinction between what some people do with language and what they ought to do with it and the concepts treated in traditional grammars include, subject, predicate, object, complement, noun, adjective, determiner, verb, adverb, preposition, conjunction, pronoun, etc.

                The functional grammar is concerned with the way that the different kinds of meaning that contribute to grammatical structure are comprehensively addressed. It is concerned with resources for:

  •         analysing experience - what is going on
  •     analysing interaction - who is communicating with whom
  •     analysing the ways in which messages are constructed
In addition it is concerned with recourses for combining clauses into clause complexes (sentences)
Talking about the differences between traditional grammar and functional grammar, the traditional grammar is correct "textbook" grammar but functional grammar is colloquial grammar, grammar that people use in regular conversation. For instance, people tend to say "Who are you going with?" even though that is incorrect and the correct form would be "With whom are you going?" (Prepositions should always precede their objects, and "who" should be in the objective case "whom").

Traditional grammar mainly focuses on the role and meaning of individual words and functional grammar is more concerned with units of meaning and typically groups words into units of contextual meaning. The functional grammar is particularly useful for teaching language and literacy skills due to the focus on meaning.
From those information’s above, we can conclude that traditional grammar is particularly useful for explaining layers of language at the sentence level and below, e.g. sentences, clauses, phrases, words, prefixes, suffixes and word-formation. Traditional grammar is not a unified theory or model of language - its terms and categories can be used in all kinds of ways, including descriptively (describing what people say), analytically (assigning categories and functions to language elements) or prescriptively (telling people what is correct, sometimes arbitrarily). Whereas, functional grammar is particularly helpful for explaining how language is selected and organised in particular ways for particular socio-cultural purposes. Important variables for describing such different usages are field (information), tenor (formality) and mode (spoken/written). In classroom contexts, functional grammar has been associated with genres, which are predictable, identifiable ways of using language. Other systemic functional grammar terms which people might have heard include circumstance, participant and process.