Tidak seperti kisah Rico de Coro dalam Filosofi Kopi karya Dee (Dewi Lestari), dalam buku Dee itu dikisahkan Rico de Coro memang
benar-benar seekor kecoa yang hidup di kerajaan Ayahnya dan jatuh cinta pada
seorang gadis manusia bernama Sarah. Disini Rico de Coro rela mati demi Sarah yang saat itu ketakutan melihat kecoa percobaan yang lebih menyeramkan
daripada Rico. Didalamnya digambarkan pula bagaimana perasaan Ayah Rico yang juga adalah seorang Raja sangat kehilangan satu-satunya pewaris tahtanya. Padahal bisa dibilang setiap
hari dia mewanti-wanti Rico untuk berhati-hati.
Sedangkan dalam The Metamorphosis karya Franz Kafka yang
fenomenal terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menceritakan tentang bagaimana
seorang Gregor Samsa yang tiba-tiba bangun dari tidur malamnya berubah bentuk
menjadi seekor kecoa. Bagaimana dia menyadari kondisi dirinya dengan
beradaptasi mengenali tubuh barunya kemudian diperlihatkan juga beberapa usahanya untuk bangun dari tempat
tidur dan perjuangannya untuk berdiri dan membuka pintu kamar disaat
keluarganya menantinya untuk sarapan dan mengucapkan selamat bekerja.
Bagian kedua bercerita bagaimana reaksi Ayah, Ibu dan adiknya, Grete dalam menyikapi
perubahan yang terjadi pada Gregor. Disini Grete masih bisa menunjukkan
perhatiannya dengan menyediakan makanan untuk Gregor. Sedang Ibunya masih tampak takut-takut menuju kamar Gregor. Kemudian Ayah Gregor adalah ayah yang terkesan sama sekali tidak mau tahu dan memang sengaja mengucilkan Gregor. Ketiganya selalu membicarakan Gregor dengan berbisik-bisik takut jika hal itu akan terdengar oleh
Gregor meski pada akhirnya terdengar juga. Rasa jijik dan malu juga kerap timbul bagi mereka apabila Gregor
manampakan diri depan orang lain. Bagian ketiga bercerita mengenai usaha Gregor
untuk menyampaikan perasaannya kepada orang-orang yang dicintainya namun malah mendapat tanggapan yang sangat tidak menyenangkan dan membuat Gregor
akhirnya mati putus asa.
The Metamorphosis yang dimaksud Kafka dalam cerita ini adalah perubahan itu sendiri. Perubahan memang selalu terjadi. Setiap
orang mempunyai perbedaan sikap terhadap perubahan termasuk apa yang terjadi
dengan Gregor dan keluarganya. Menurut hasil Googling, Kecoa sendiri mengalami
Metamorfosis yang tidak sempurna karena hanya mengalami 3 stadium yaitu
telur-nimfa dan dewasa. Dan kecoa juga mempunya kemampuan beradaptasi yang
tidak perlu diragukan lagi, bahkan dalam kondisi ekstrem sekalipun seekor kecoa bisa
bertahan hidup. Berbeda dengan kecoa yang diceritakan Kafka yang pada akhirnya mati karena keputus-asaan.
Dan kemudian apa yang terjadi dengan Gregor
Samsa? Seorang pemuda yang terhimpit oleh kondisi ekonomi dikarenakan ayahnya yang sudah pensiun dengan meninggalkan hutang yang belum terbayar, Ibunya yang sudah tidak
muda lagi dengan penyakit asmanya, juga adiknya Grete yang masih 17 tahun dan
baru belajar bermain Biola. Gregor menanggung kehidupan 3 orang yang
sangat dia cintai hanya dengan menjadi pedagang keliling. Hal tersebut belum termasuk target dari
perusahaannya dan impiannya untuk menyekolahkan adiknya ke Sekolah Musik. Ayah
yang selama ini dibutuhkan Gregor malah bereaksi acuh bahkan cenderung
menyiksanya dengan melemparinya buah apel karena Gregor dalam bentuk kecoa tidak sengaja
membuat Ibunya pingsan saat melihatnya datang tiba-tiba. Gregor kemudian merasa bahwa beban itu
terlalu berat untuk dia tanggung. Ketergantungan terhadapnya itu malah membuat orang tua Gregor dan
adiknya menjadi orang yang skeptis, berfikiran sempit, berprasangka bahkan
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Dengan terjadinya perubahan yang terjadi pada diri Gregor membuat mereka bertiga tidak bisa berkutik. Usaha Gregor untuk
menyadarkan mereka memang terkesan sia-sia karena berakhir dengan
keputus-asaannya hingga membuatnya meninggal di kamarnya sendiri.
Tapi sebenarnya, tidak ada yang sia-sia
dari dari sebuah usaha karena sepeninggal Gregor, Orangtua Gregor seperti
terbuka pandangannya bahwa hidup tidak hanya dalam sekotak apartemen yang
mereka tinggali, tapi diluar itu ternyata banyak hal indah yang bisa
dinikmati dan dirasakan. Seperti saat mereka keluar dari apartemen dan naik kereta menuju ke desa diluar kota, mereka mulai membicarakan masa depan dan menyadari
betapa Grete telah berubah menjadi gadis muda yang cantik. Kedua orang tua
Gregorpun akhirnya tersenyum bahagia.
Saturday, October 20, 2012
Perempuan Dalam Gambar
Paling tidak saya adalah tokoh perempuan utama dalam gambar itu. Perempuan yang hanya akan hidup dan diingat dalam sebuah gambar. *pukpuk diri sendiri (lagi)
Friday, October 19, 2012
Desa Gunungsari Berikan Pesona Pariwisata yang Mengacu Pada Ekowisata
Beberapa waktu lalu saya telah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dinas Pariwisata Batu. Selama KKN saya ditugaskan untuk menyusun booklet tentang tempat-tempat yang akan dikembangkan menjadi desa wisata. Salah satunya adalah Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari. Berikut adalah sedikit informasi yang saya dapatkan selama KKN disana.
Keberadaan kota Batu yang memiliki kondisi alam yang elok dan asri serta udara yang sejuk memang menjadi alasan utama bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara untuk mengunjungi kota yang disebut-sebut sebagai de klaine of Switzerland ini.
Berbagai tempat wisata yang ditawarkan di Kota Batu pun beragam. Salah satunya adalah dengan mengunjungi Desa Wisata. Di Desa Wisata, selain dapat menikmati udara yang sejuk dan pemandangan alam yang begitu indah, para wisatawan juga akan disuguhi dengan berbagai fasilitas umum seperti adanya homestay, rumah makan dan sebagainya. Tidak hanya itu, bermacam-macam paket wisata dan kesenian daerah serta kearifan lokal masyarakat setempat juga ditawarkan di tempat wisata ini.
Satu dari beberapa desa yang berpotensi menjadi desa wisata yang ada di kota Batu adalah Desa Gunungsari yang terkenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji. Desa Gunungsari sendiri memiliki luas wilayah 1.318.,42 hektar dengan sebagian besar termasuk wilayah hutan yang luasnya hampir 1.000 hektar dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Malang. Keberadaan Desa Wisata Gunungsari Makmur ( Dewi Gumur ) atau yang lebih dikenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR berawal dari keberadaan jantung desa yang berupa lahan pertanian dan dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Selain itu, potensi budidaya bunga potong mawar dengan lahan budidaya yang luas mendorong anggota kelompok tani bunga potong mawar untuk memaksimalkan pascapanen bunga potong mawar dengan mendirikan Wisata Petik Mawar GUMUR dengan pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat khususnya anggota kelompok tani dan diresmikan oleh Walikota Batu pada tanggal 21 Maret 2012.
Desa Gunungsari merupakan satu-satunya desa di wilayah Kecamatan Bumiaji yang memiliki potensi budidaya bunga potong mawar yang besar dengan cakupan luas lahan mencapai lebih dari 60 hektar. Desa ini terletak diantara daerah perbukitan gunung Panderman disebelah selatan serta gunung Arjuna disebelah utara. Desa ini juga merupakan desa pemasok bunga mawar potong terbesar di seluruh Indonesia. Jenis mawar potong yang ditanam petani di desa ini ada beberapa macam. Jenis mawar lokal unggulan dinamakan mawar Pergiwo Pergiwati dengan warna merah tua dan merah muda. Selain itu mawar jenis Holland juga banyak dijumpai dengan warna yang indah seperti merah tua, merah, putih tissue, putih salju, pink, pink tua, salem, oranye dan lain sebagainya yang berasal dari berbagai macam varietas diantaranya Cerry Brandy, Havalan, Luciana, Marbel, Red Holland serta masih banyak lagi varietas yang sedang dan akan dikembangkan.
Selain memiliki potensi lahan budidaya bunga mawar potong yang cukup luas, Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari juga menyiapkan beberapa paket wisata bagi para wisatawan yang berkunjung seperti paket wisata petik mawar, paket merangkai bunga dan paket budidaya bunga mawar potong serta bunga potong lainnya. Untuk mendukung paket wisata yang sudah ada, disediakan juga fasilitas lain seperti home stay. Hingga saat ini terdapat sepuluh home stay yang ada di Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari. Kedepannya akan segera dibangunnya sebuah restoran yang berdiri di tengah areal sawah, kolam renang, kolam pemancingan dan area outbound guna mengembangkan Desa Wisata ini menjadi suatu tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Keberadaan kota Batu yang memiliki kondisi alam yang elok dan asri serta udara yang sejuk memang menjadi alasan utama bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara untuk mengunjungi kota yang disebut-sebut sebagai de klaine of Switzerland ini.
Berbagai tempat wisata yang ditawarkan di Kota Batu pun beragam. Salah satunya adalah dengan mengunjungi Desa Wisata. Di Desa Wisata, selain dapat menikmati udara yang sejuk dan pemandangan alam yang begitu indah, para wisatawan juga akan disuguhi dengan berbagai fasilitas umum seperti adanya homestay, rumah makan dan sebagainya. Tidak hanya itu, bermacam-macam paket wisata dan kesenian daerah serta kearifan lokal masyarakat setempat juga ditawarkan di tempat wisata ini.
Satu dari beberapa desa yang berpotensi menjadi desa wisata yang ada di kota Batu adalah Desa Gunungsari yang terkenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji. Desa Gunungsari sendiri memiliki luas wilayah 1.318.,42 hektar dengan sebagian besar termasuk wilayah hutan yang luasnya hampir 1.000 hektar dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Malang. Keberadaan Desa Wisata Gunungsari Makmur ( Dewi Gumur ) atau yang lebih dikenal dengan Wisata Petik Mawar GUMUR berawal dari keberadaan jantung desa yang berupa lahan pertanian dan dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Selain itu, potensi budidaya bunga potong mawar dengan lahan budidaya yang luas mendorong anggota kelompok tani bunga potong mawar untuk memaksimalkan pascapanen bunga potong mawar dengan mendirikan Wisata Petik Mawar GUMUR dengan pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat khususnya anggota kelompok tani dan diresmikan oleh Walikota Batu pada tanggal 21 Maret 2012.
Desa Gunungsari merupakan satu-satunya desa di wilayah Kecamatan Bumiaji yang memiliki potensi budidaya bunga potong mawar yang besar dengan cakupan luas lahan mencapai lebih dari 60 hektar. Desa ini terletak diantara daerah perbukitan gunung Panderman disebelah selatan serta gunung Arjuna disebelah utara. Desa ini juga merupakan desa pemasok bunga mawar potong terbesar di seluruh Indonesia. Jenis mawar potong yang ditanam petani di desa ini ada beberapa macam. Jenis mawar lokal unggulan dinamakan mawar Pergiwo Pergiwati dengan warna merah tua dan merah muda. Selain itu mawar jenis Holland juga banyak dijumpai dengan warna yang indah seperti merah tua, merah, putih tissue, putih salju, pink, pink tua, salem, oranye dan lain sebagainya yang berasal dari berbagai macam varietas diantaranya Cerry Brandy, Havalan, Luciana, Marbel, Red Holland serta masih banyak lagi varietas yang sedang dan akan dikembangkan.
Selain memiliki potensi lahan budidaya bunga mawar potong yang cukup luas, Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari juga menyiapkan beberapa paket wisata bagi para wisatawan yang berkunjung seperti paket wisata petik mawar, paket merangkai bunga dan paket budidaya bunga mawar potong serta bunga potong lainnya. Untuk mendukung paket wisata yang sudah ada, disediakan juga fasilitas lain seperti home stay. Hingga saat ini terdapat sepuluh home stay yang ada di Desa Wisata Petik Mawar Gunungsari. Kedepannya akan segera dibangunnya sebuah restoran yang berdiri di tengah areal sawah, kolam renang, kolam pemancingan dan area outbound guna mengembangkan Desa Wisata ini menjadi suatu tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Bersama ketua pengelola Desa Wisata Gumur |
Paling tidak saya harus punya sesuatu untuk mengenang tempat ini, maka jadilah foto ini hahah |
THE DIFFERENCES BETWEEN TRADITIONAL GRAMMAR AND FUNCTIONAL GRAMMAR
In linguistics,
traditional grammar is the collection of prescriptive rules and concepts about
the structure of language that is commonly taught in schools. It is prescriptive
because it focuses on the distinction between what some people do with language
and what they ought to do with it and the concepts treated in
traditional grammars include, subject, predicate, object, complement, noun,
adjective, determiner, verb, adverb, preposition, conjunction, pronoun, etc.
The functional grammar is
concerned with the way that the different kinds of meaning that contribute to
grammatical structure are comprehensively addressed. It is concerned with
resources for:
- analysing experience - what is going on
- analysing interaction - who is communicating with whom
- analysing the ways in which messages are constructed
In addition it is concerned with recourses for
combining clauses into clause complexes (sentences)
Talking
about the differences between traditional grammar and functional grammar, the traditional
grammar is correct "textbook" grammar but functional grammar is
colloquial grammar, grammar that people use in regular conversation. For
instance, people tend to say "Who are you going with?" even though
that is incorrect and the correct form would be "With whom are you
going?" (Prepositions should always precede their objects, and
"who" should be in the objective case "whom").
Traditional
grammar mainly focuses on the role and meaning of individual words and functional
grammar is more concerned with units of meaning and typically groups words into
units of contextual meaning. The functional grammar is particularly useful for
teaching language and literacy skills due to the focus on meaning.
From those information’s above, we can conclude that
traditional grammar is particularly
useful for explaining layers of language at the sentence level and below, e.g.
sentences, clauses, phrases, words, prefixes, suffixes and word-formation. Traditional
grammar is not a unified theory or model of language - its terms and categories
can be used in all kinds of ways, including descriptively (describing what people
say), analytically
(assigning categories and functions to language elements) or prescriptively
(telling people what is correct, sometimes arbitrarily). Whereas, functional
grammar is particularly
helpful for explaining how language is selected and organised in particular
ways for particular socio-cultural purposes. Important variables for describing
such different usages are field (information), tenor (formality) and mode
(spoken/written). In classroom contexts, functional grammar has been associated
with genres,
which are predictable, identifiable ways of using language. Other systemic
functional grammar terms which people might have heard include circumstance, participant
and process.
Subscribe to:
Posts (Atom)