Dengan enggan ak memeriksa kembali layar
ponselku. Memastikan benar kata-kata menyakitkan yang kau kirim beberapa menit
lalu itu nyata. Butuh waktu bagiku untuk kembali sadar setelah sempat limbung
selama sepersekian detik.
"Semoga kamu bahagia dan didekatkan dengan jodohnya..."
Aku meraba-raba kemana arah pembicaraan ini. Teringat akan kejadian
beberapa waktu lalu. Entah hari itu hari apa. Setelah menerima aksi ngambekmu
yang tidak biasa karena kepergianku yang mendadak selama sebulan ke Denpasar,
rupanya benar-benar membuat frustasi.
Lagipula aku ke Depansar bukan tanpa alasan. Kaupun tau benar alasannya. Aku
juga ingin pulang seandainya bisa. Kemudian entah bagaimana kau lalu menolak
untuk diajak bicara.
Tak perduli sekeras apapun aku mencoba untuk membuatmu bicara, yang ada hanya
aku yang lelah sendiri karena mencoba masuk kedalam tembok-tembok penolakan
yang kau bangun terlalu tinggi. Membuatku ingin menangis sampai geram.
Memantul-pukul rasanya.
Hari-hariku selanjutnya tinggal di Denpasar terasa tidak menyenangkan. Meski
sekeras apapun aku mencoba menjauhkan segala pikiran-pikiran tentang kamu,
tetap saja diammu yang menyebalkan itu memenuhi hampir setiap ruang dalam
kepalaku. Membuat kota ini, (setidaknya bagiku) menjadi
hanya-seluas-kotak-kecil-sel-penjara berukuran 3x4, dan aku terkurung di
dalamnya. Di dalam pikiran-pikiran tentang kamu.
Lalu kau muncul dalam pesan yang tiba-tiba. Masih clueless dengan pertanyaan
yang entah apa aku sendiri pun bisa menjawabnya; jadi, benarkah jarak bisa
menyesatkan seseorang sebegitu jauhnya?