Anggap aku gila karena pernah
memimpikannya. Jauh sebelum ini...
Kusebut dia Hujan, karena aku bertemu dengannya hanya pada hari hujan turun. Lagipula
ada bagian dari dalam dirinya yang kupikir menyeyukkan. Persis seperti
butir-butir hujan.
Dia bukan seorang yang istimewa. Hanya
lelaki biasa seperti yang lain. Tapi dia cukup pintar bergelayut pada sel-sel
memori otakku. Memenuhi kekosongan pada setiap celahnya. Membuatku hampir tidak
lagi bisa memikirkan yang lain. Kurasa benar jika aku menyukainya. Dan jangan
tanyakan padaku bagaimana. Karena aku sendiri sedang tersesat. Tidak tahu
jawabannya.
Ya, aku menyukainya tanpa alasan.
Bukan karena bentuk rahangnya
yang tegas atau karena bentuk tubuhnya yang tegap-tinggi sempurna. Bukan!
Entahlah. Dia juga bukan lelaki yang sangat tampan. Bukan keturunan ningrat atau berasal dari keluarga konglomerat. Dia bahkan tidak populer
dan digilai banyak perempuan. Dia hanya sederhana. Sesederhana itulah aku menyukainya.
Aku sering memperhatikannya dari
jauh. Dia memang bukan orang yang suka berbicara. Tapi dari caranya tertawa aku
tahu sesungguhnya dia tidak sedingin hujan. Mata yang begitu tajam itu selalu menyipit
lucu saat tertawa. Hangat.
Pernah sesekali kami bertemu
pandang. Kedua bola mata kami bertemu. Lama. Tatapannya seperti menyiratkan
sesuatu. Mungkinkah dia tahu?
No comments:
Post a Comment