Menurut teori Indra Widjaya, si ahli gagal dalam
bukunya berjudul 'Idol Gagal', kelompok
anak kuliahan dibagi menjadi dua jenis; Mahasiswa
dan Mahasisa. Saya pun mutlak,
otomatis, tidak diragukan, dan tanpa pertimbangan apapun akan langsung
digolongkan dalam kelompok yang kedua; Mahasisa. Pffftttt~
Ketika berada didalam kelas,
duduk, absen, kedip-kedip, bengong, melirik jam sambil menguap sesekali adalah
rutinitas harian saya selama ada di kampus. Sudah tidak ada hal lain lagi yang
saya lakukan dalam kelas selain seperti apa yang saya sebutkan di atas. Maklumi
saja, menjadi Mahasisa juga merupakan
kodrat yang harus saya jalani.
Tetapi segala sesuatunya berubah
sejak dia datang dalam hidup saya. Memenuhi kepala saya yang sudah kelamaan kosong
karena kebanyakan bengong. Sebenarnya siapa dia? Baiklah, sebut saja Bunga. Ah,
tidak. Jangan. Nama Bunga tidak cocok untuknya. Sebenarnya saya tidak tahu
namanya. Entah saya benar-benar tidak tahu atau hanya berpura-pura tidak tahu,
hanya Tuhan dan saya yang tahu. Biar itu jadi urusan antara saya dan Tuhan.
Yang lain minggir teruskan membaca dengan tenang dan penuh penghayatan.
Kami baru bertemu saat kami
sama-sama ada di semester tujuh. Dari delapan mata kuliah yang saya ambil di
semester ini, lima diantaranya, kami mengambil kelas yang sama. Saya jadi
terbiasa bertemu dengan dia sampai tidak sadar kalau saya sering memperhatikan
dia dari jauh. Saya juga baru sadar kalau rambutnya yang berjambul itu mirip Matt Damon. Memang sejak kapan Matt Damon berjambul? Entahlah, yang jelas saya
suka menyebut dia mirip Matt Damon
daripada Elvis Presley.
Karena penyakit kanker malu saya yang
lumayan kronis kambuh lagi, saya hanya bisa pasrah memandangi dan mengagumi
jambulnya dari jauh. Sungguh ironis. Terlebih saat salah seorang teman saya
dengan terang-terangan berani mengakui bahwa ia juga menyukai Matt Damon nya. Saya terharu terpukul
sekali mendengarnya. Bagaimana mungkin? Ternyata selama ini kami menyukai orang
yang sama. Seperti cerita dalam sinetron ya? Tapi tidak! Cerita saya bukan
cerita sinetron. Kalaupun mau dijadikan ide cerita sebuah sinetron saya
menuntut harga yang setimpal. Bagaimanapun cerita ini adalah curahan hati saya
yang sudah tercarut-marut seperti bekas dipatut berkali-kali meninggalkan bekas
luka dengan lubang disana-sini. Pedih.
Runtutan peristiwa berikutnya
yang saya ingat adalah saya tetinggal 5 cm langkah dibelakang teman saya. Saya
tidak tahu bagaimana dia bisa begitu percaya diri memperkenalkan dirinya,
kemudian berbincang dengannya, sedikit menggodanya, meminta di follow back, dan ujung-ujungnya mereka
bertukar nomor Hp. Pedih.
Backsound: Gugur Bunga Yovie Nuno – Galau
Semenjak itu saya jadi lebih
banyak meluangkan waktu untuk mencoba bunuh diri duduk di depan laptop. Menuliskan segala apa saja isi
yang ada di dalam kepala saya. Untuk ukuran kepala normal, saya rasa kepala
saya sudah kelebihan muatan. Dan untuk pertama kalinya saya merindukan
kekosongan dan kelegaan ruangan dalam kepala saya. Saya tidak lagi merisaukan
soal Matt Damon hal-hal itu sekarang.
Bukan salah siapa-siapa kalau Matt Damon
dia lebih memilih untuk akrab dengan teman saya. Memang saya saja yang terlalu
pasif dan tidak punya inisiatif. Tapi tetap saja, saya tetap akan menganggap
hal itu sebagai kodrat yang telah digariskan Tuhan untuk saya jalani. Lagipula
kalau tidak begini, saya mana punya cerita untuk dibagikan kepada kalian? :)
Backsound: Homogenic – Get Up and Go!
No comments:
Post a Comment