Sejak kecil
saya memang pemalu. Terlalu pemalu untuk disebut sebagai pemalu. Apalagi saya
sudah berhenti menggambar. Saya merasa kosong. Selain dongeng yang diceritakan
nenek, saya sudah tidak punya apa-apa lagi. Nenek mulai kehabisan kisah-kisah
dongengnya. Saya jadi sebal sendiri. Saya mulai mencari sesuatu yang lain untuk
menutupi kekosongan saya. Dari sanalah saya berjodoh dengan yang namanya buku.
Buku pertama yang saya lihat adalah buku bergambar. Gambarnya lucu-lucu. Saya menyukainya. Karena belum bisa membaca, saya mulai berkhayal. Saya merangkai-rangkai sendiri ceritanya menurut versi saya; menurut apa yang saya sukai. Hingga saya sampai di titik dimana saya lelah merangkai dan menerka-nerka cerita di balik gambar-gambar yang saya lihat. Sayapun merajuk untuk diajari membaca. Hal ini kemudian membuat saya menjadi satu-satunya anak yang paling lancar membaca di kelas (saat itu saya masih TK).
Buku pertama yang saya lihat adalah buku bergambar. Gambarnya lucu-lucu. Saya menyukainya. Karena belum bisa membaca, saya mulai berkhayal. Saya merangkai-rangkai sendiri ceritanya menurut versi saya; menurut apa yang saya sukai. Hingga saya sampai di titik dimana saya lelah merangkai dan menerka-nerka cerita di balik gambar-gambar yang saya lihat. Sayapun merajuk untuk diajari membaca. Hal ini kemudian membuat saya menjadi satu-satunya anak yang paling lancar membaca di kelas (saat itu saya masih TK).
Saya mulai
jatuh cinta pada buku. Namun kegilaan saya pada buku hanya terbatas pada buku cerita
dan dongeng. Saya tidak mau membaca yang lain lagi. Orang tua saya mulai
membelikan saya buku setiap minggu. Rak-rak dan lemari penuh koleksi buku
cerita dan dongeng belum cukup memuaskan saya. Semua sudah habis dibaca. Bahkan
ada beberapa yang sudah tiga sampai lima kali dibaca.
Orang tua saya
adalah guru Sekolah Dasar. Masih karena penyakit malu saya, saya bersekolah di
tempat ibu mengajar. Hanya saja penyakit malu saya sudah tidak sekronis dulu.
Menjadi anak salah seorang guru disana membuat saya jadi sedikit ditakuti oleh teman-teman sebaya saya.
Saya jadi suka seenaknya sendiri. Saya suka mengancam akan mengadukan pada ibu
terhadap siapa saja anak yang melawan. Percayalah selama tiga tahun belakangan
dari putri malu saya berubah jadi anak serigala kurang ajar. Hanya saja ibu
tidak tahu.
Masih tentang
kecintaan saya pada buku cerita dan dongeng. Kekurang-ajaran saya tidak hanya terbatas
sampai disana. Sesekali saya pergi ke perpustakaan sekolah. Mencari buku-buku
cerita baru, mengambilnya, menyembunyikannya, lalu membawanya pulang untuk
kemudian dibaca di kamar sambil menghisap permen. Tentu saja tanpa
sepengetahuan ibu.
Tbc...
No comments:
Post a Comment